Saturday, November 11, 2006

Keep distance in all aspect

Menurut viewers bagaimanakah apabila seseorang berusaha untuk menjaga jarak dengan sama sekali mengabaikan nilai2 pertemanan atau silaturahmi ?

Ada kisah dimana seseorang katakanlah si A yang berusaha untuk menjaga persahabatan --intinya adalah silaturahmi-- dengan seorang sahabatnya yang memang dulu pernah dekat sekali sebut saja B. Saat itu A berkenan untuk menyambung kembali silaturahmi yang pernah putus --yaa .. vakum sebenarnya-- dengan berkenan bersua dengan keluarga B yang saat itu memiliki hubungan tidak baik dengan A karena sesuatu hal. Satu hal yang menurut saya pribadi gentle; berusaha kembali meluruskan hubungan silaturahmi dan menghapus segala kesalahan yang diperbuat baik yang disengaja atau tidak.

Secara umum silaturahmi kembali terjalin --dalam Islam memutuskan silaturahmi berarti memutuskan rahmat 4JJ1, naudzubillah!-- jadi apabila seseorang telah memutus silaturahmi maka 4JJ1 tidak akan memandang segala upayanya dalam meraih ridha 4JJ1, kalau sesama manusia mungkin yaaa ... gak masalah karena masih ada orang lain. Nah kalau sekarang 4JJ1 ?? mau cari ke mana lagi ? Satu hal yang jelas 4JJ1 tidak akan menganggap segala upayanya. Mungkin dia mendapat apa yang diusahakannya, namun di sisi 4JJ1 nilainya tidak ada --kalau begitu secara pribadi saya merasa kasihan justru ...-- tapi jika yang bersangkutan dapat menangani putusnya rahmat 4JJ1 ini sih .. ceuk urang sunda mah, sok wae.

Secara singkat kronologisnya begini ... si A berusaha mendatangi keluarganya yang sempat hampa silaturahminya ke keluarga si B secara umum dan si B sendiri secara khusus. Keluarga si B menyambut baik upaya ini apalagi hal ini dilakukan setelah bulan suci Ramadhan yaitu Idul Fitri. Dengan demikian, masalah yang telah lalu selesai sudah ... apa yang sudah lewat baik buruk maupun sangat buruk sudah bersih. Wallahu Alam apakah keluarga si B menanggapinya secara selewat atau mungkin sudah menganggap masalah tersebut selesai yang jelas si A tadi sudah berupaya menjalin hubungan yang sempat vakum tersebut. Permasalahan dari pihak B itu merupakan urusannya dengan sang Khaliq.

Nah kemudian apa yang terjadi ...

Si B kemudian --entah karena ego atau gengsi yang berlebihan-- menganggap usaha si A ini tidak perlu diteruskan lagi dan memaksa si A untuk menuruti kehendaknya untuk menjaga jarak. Si A menyetujui usulan tersebut dengan maksud tidak ada lagi kenangan indah masa lalu yang mungkin pernah terjalin --sebagai catatan si B ini adalah akhwat-- namun murni persahabatan dan silaturahmi yang jelas tetap terjalin. Yang sudah lewat biarlah menjadi pelajaran kedua pihak untuk lebih dewasa dalam bertindak dan berfikir.

Si A yang kemudian kebingungan ini mengonfirmasi ke si B mengenai bagaimana permasalahan yang dibatasi dengan menjaga jarak tersebut. Si B kemudian mengutarakan bahwa menjaga jarak ini adalah totalitas dalam segala aspek --mungkin ini maksudnya adalah komunikasi yang terjadi akan di-cease, baik dalam bentuk media apapun--. Yang ingin saya tanyakan adalah ... apakah ini bentuk dari pemutusan silaturahmi kembali ?

Secara pribadi saya menilai ini adalah bentuk pemutusan silaturahmi kembali. Kenapa ? Karena hal yang diutarakan B secara nyata menghentikan segala bentuk komunikasi, baik elektronik maupun secara langsung. Dan, menurut saya ini adalah bentuk dari egoisme yang pada dasarnya tidak bisa dibenarkan karena maksud baik dari A ditanggapi oleh B secara emosional --paling tidak bagi saya sendiri--.

Nah, pendapat viewers bagaimanakah tanggapannya dalam hal ini ? Apakah yang si B dan si A lakukan benar ... salah satu benar ... atau kedua2nya salah ? Bagi saya sendiri tindakan si A merupakan tindakan arif dan bijaksana dalam upaya memperbaiki silaturahmi --si A sendiri sebelumnya pernah membuat kesalahan yang fatal kepada B dan keluarganya--. Satu hal yang pasti ... memutus silaturahmi adalah tindakan yang merusak pribadi dan moral apalagi pertanggungjawaban kepada 4JJ1.

--Dimas

0 Comments:

Post a Comment

<< Home