Saturday, September 01, 2007

NBAS (Network Based Augmentation System)

Bismillah,

Sudah 62 tahun kita merdeka .... tapi apakah kita betul-betul SUDAH merdeka ?? Pertanyaan inilah yang menjadi PR bagi kita semua bagaimana agar kita bisa untuk merubah paradigma merdeka sebagai lepas dari penjajahan secara fisik (agresi militer) menjadi merdeka dari penjajahan babak baru (ekonomi, ideologi, budaya, dll).

Baiklah itu sebagai prolog saja saya kira karena membicarakan makna kemerdekaan bisa memakan waktu yang lama. Point penting dalam "memperbaiki" kemerdekaan ini adalah apakah tindakan kita dalam rangka memajukan bangsa ? Saya pikir media-nya bisa bermacam2 tergantung dari kapabilitas individu maupun komunitas terutama masyarakat; mereka mau bergerak di bidang apa ... tidak semua komunitas masyarakat memiliki kemampuan untuk membangun di segala bidang, namun pastinya ada hal2 tertentu yang cocok dengan karakteristik mereka. Dengan catatan .... pembangunan ini harus yang bernilai POSITIF dan memiliki potensi yang membangun bukan merusak apalagi menghancurkan.

Okeh .... balik ke apa yang akan saya bicarakan di sini,

Beberapa waktu lalu saya dan bapak Dr. Ir. Toto Indriyanto dari Teknik Penerbangan ITB berdiskusi bagaimana caranya untuk memberikan layanan "CAT-III Like" bagi beberapa bandara udara di Indonesia khususnya yang terpencil dan memiliki karakteristik cuaca yang cenderung heterogen. Mungkin sudah saya bahas di postingan saya sebelumnya namun saya sendiri sudah lupa yang mana ... hehehe :D Sudah ada sebelumnya teknik untuk memberikan augmentasi (penguatan) performa dari GPS (Global Positioning System) baik dari sisi ground maupun sisi satelit dengan menggunakan sistem satelit GPS atau GNSS (Globalinaya Navigatsiya Sputnikovaya Sistema)

Untuk sisi ground atau yang lebih dikenal dengan LAAS/GBAS (Local Area Augmentation System/Ground Based Augmentation System) pada bandara, ada beberapa lokasi penerima GPS yang sudah disurvey secara akurat -minimal ada 3 titik- dan sebuah stasiun koreksi. Penerima2 GPS ini memberikan posisinya relatif terhadap stasiun koreksi yang akan mengirimkan sinyal koreksi ke pesawat udara melalui komunikasi VHF (Very High Frequency). Secara skematis dapat dilihat di Gambar 1. ini


Gambar 1. LAAS/GBAS

Akurasi dari sistem augmentasi ini dapat ditingkatkan hingga +/- 4 meter vertikal dan +/- 16 meter lateral.

Untuk sisi satelit yang dikenal dengan WAAS/SBAS (Wide Area Augmentation System/Space Based Augmentation System), sistem augmentasi ini hampir mirip dengan yang ground namun kebalikannya. Jadi apabila kalau LAAS memanfaatkan radio terrestrial untuk memberikan koreksi ke pesawat udara, WAAS/SBAS memanfaatkan satelit untuk memberikan faktor koreksi. Detil dari WAAS/SBAS ini dapat dilihat pada Gambar 2 ini

Gambar 2. WAAS/SBAS

Ada beberapa lagi usulan dari berbagai negara untuk masalah augmentasi ini dan kepentingannya pun beragam. Menurut saya khususnya di Indonesia, sistem augmentasi seperti ini dapat pula diadopsi tapi pertanyaanya adalah .... apakah ada augmentasi cara lain ?? Pasti ada tapi bagaimana .... seperti yang saya katakan di atas tadi bahwa karakteristik dari beragam komunitas berbeda. Jadi, untuk menyelesaikan satu permasalahan yang sama pendekatan dari berbagai individu atau komunitas tidak sama walau tujuan akhirnya sama persis.

Salah satu alternatif augmentasi ini bisa menggunakan pendekatan lain, yang terpikir oleh saya adalah dengan basis jaringan komputer / internet. Intinya adalah bagaimana memberikan layanan multimedia kontekstual (dalam hal ini Air Traffic Services) untuk penuntun pilot mendaratkan pesawatnya dengan aman.

Ada point yang cukup penting saya dapatkan pada saat menghadiri dan juga mempresentasikan paper saya di RC-ASTI 2007, yaitu bagaimana badan regulasi dan standarisasi penerbangan internasional ICAO (International Civil Aviation Organization) atau FAA (Federal Aviation Authority) menanggapi ide seperti ini.

Karena memang walau secara teknis hal ini applicable, apabila tidak dapat izin dari ICAO atau FAA ya tetap aja tidak dianggap aman. Hal ini mengingatkan saya pada apa yang diutarakan oleh Prof. Adang S. Ahmad pada saat beliau memberikan kuliah Sistem Kontrol Cerdas dulu saat saya S1 beberapa tahun silam; saat mereka merancang sistem kendali penerbangan (Flight Control System) terutama bagian pilot otomatis (autopilot) untuk N-250, pihak FAA mempertanyakan sistem yang mereka rancang tersebut ... dan ternyata FAA meminta sertifikasinya yang saat itu belum selesai --dan kabar terakhir saya kurang tau apakah sudah keluar atau tidak--. Padahal, pesawat yang juga mengadopsi FBW (Fly-by-Wire) tersebut termasuk menggunakan teknologi cukup mutakhir ... pada saat itu.

Ya itu tadi ... sertifikasi. Itulah batas antara "halal" dan "haram"-nya sebuah perangkat yang digunakan dalam penerbangan. Dan celakanya, biasanya negara ketiga sulit sekali mendapatkan sertifikasi FAA.

Tapi tidak apa ... toh pasti ada jalannya kalau ditekuni lebih intens lagi. Mudah2an bermanfaat nantinya di kemudian hari, soalnya dengan konvergensi jaringan menjadi basis IP (konsep teknologi 4G) semua konten atau transaksi data tak terkecuali informasi di dunia penerbangan.

--Dimas

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home