Satu lagi yang membuat saya merenungi atas kehidupan yang kejam adalah film ini. Judul asli film ini adalah
Hotaru no Haka. Mengisahkan 2 orang kakak beradik yang harus
survive dalam kejamnya dunia pada PD II, dan berakhir duka.
Walau film ini adalah film animasi, tapi tetap aja membuat hati saya miris atas apa yang mereka (
Setsuko dengan
Seita). Bapak mereka adalah perwira AL Jepang yang sedang berdinas, sedangkan ibu mereka adalah ibu rumah tangga biasa. Kisahnya berlatar pada akhir PD II dimana Jepang tidak lagi memiliki kekuatan seperti pada awal perang,
air defense mereka tidak dapat menandingi kekuatan
pasukan sekutu. Dan setelah kota mereka porak poranda oleh serangan udara sekutu, mereka harus menjalani kehidupan yang keras .. dan tidak terkecuali kekerasan moril yang dilakukan oleh sanak saudara mereka sendiri.
Saat itu satu-dua
sortie bomber B-29 sekutu terbang diatas kota mereka dan menjatuhkan
flame bomb --biasanya bom berukuran besar namun
flame bomb ini adalah bom yang dijatuhkan dalam keadaan terbakar dan jumlahnya banyak-- memang, kalau dilihat sepintas senjata ini
less-lethal tapi bayangkan kalau yang dijatuhkan dalam jumlah yang besar tiap pembom. Dapat dibayangkan betapa seramnya keadaan kota itu, dan
kebetulan sebagian besar perumahan Jepang terbuat dari kayu yang mudah terbakar.
Seita dan
Setsuko menyadari bahwa ada serangan udara besar2-an berdasarkan sirene yang dibunyikan. Mereka menyembunyikan logistik mereka di pekarangan rumah sedangkan yang lain bersembunyi dalam parit2 perlindungan. Hal yang menyedihkan adalah tatkala setelah serangan udara mereka melihat kota mereka rata dengan tanah ... persis seperti NAD terkena Tsunami. Mengerikan memang, terutama melihat keadaan rumah kita sendiri. Yang paling menyedihkan lagi, ibunda tersayang mereka ternyata dalam kondisi luka parah dan akhirnya meninggal dunia ... saat itu mereka tidak punya keluarga yang menghiasi rumah tangga, ayah mereka berdinas di luar dan entah kapan pulang. Satu-satunya harapan mereka untuk menopang hidup adalah dengan Tante mereka.
Tapi cerita belum berakhir di situ ...
Saat-saat awal mereka tinggal bersama mereka memang seperti biasa, namun lama kelamaan keluarga Tantenya merasa risih ada risih ada
orang asing tinggal bersama mereka.
Terlalu panjang dan sedih untuk diceritakan, sehingga saya potong beberapa bagian saja.
Intinya .. bersama mereka tidak begitu menggembirakan. Akhirnya toh mereka terpaksa meninggalkan Tante mereka dengan alasan tidak kuat dengan teror moril mereka terhadap
Setsuko dan
Seita. Akhir kata mereka terpaksa hidup dengan kondisi yang sangat minim, makan aja sulit apalagi tinggal dan hidup layaknya orang biasa. Toh mereka masih merasakan bahagia dalam kesulitan, tapi yang namanya kebutuhan primer tak mungkin tidak bisa ditolerir. Bahagia secara moril belum tentu bahagia sepenuhnya.
Menjalani hidup dengan sulit pangan memang permasalahan yang bukan sepele, hidup bisa dipertaruhkan di situ.
Survival yang diperuntukkan untuk darurat tidak mungkin bisa untuk kehidupan normal dalam kondisi biasa.
Akhir cerita
Setsuko sakit diare parah karena lingkungan yang tidak higienis.
Seita pun terpaksa berusaha keras agar adiknya bisa sehat .. namun ya namanya abis perang dan krisis pangan, segenggam nasi aja orang bisa bunuh2-an. Hari demi hari waktu demi waktu akhirnya
Seita pun dapat membeli pangan dari uang simpanan orang tua mereka.
Setsuko sudah tidak tertolong lagi, akhirnya meninggal dunia.
Seita pun mengremasi sendiri adiknya, dan abunya disimpan di dalam kaleng permen kesukaan adiknya setelah itu pergi ke kota ... dan tidak pernah kembali lagi.
Seita pun meninggal di stasiun kereta api, sementara orang2 sekitar sepertinya tidak begitu peduli dengan kondisi mental dan fisik yang dia alami bahkan cenderung menganggap orang gila. Akhirnya pun,
Seita meninggal dalam keadaan yang menyedihkan ...
Kadang saya berpikir sendiri ... entah di kamar, di WiNNER tempat saya nulis topik ini sekarang, di mobil ; kenapa ada yang mengalami nasih seperti mereka ? Apakah patut mereka diperlakukan seperti binatang yang gak ada aturan dalam hidup ? Kenapa kadang kita tidak peduli dengan orang yang membutuhkan bantuan di lingkungan sekitar kita ?
Saat saya nyetir mobil melihat kiri kanan ada orang yang sepertinya
Setsuko dan
Seita saya jadi prihatin sendiri ... bukannya saya tidak mau menolong ya ? tapi saya sendiri sebenarnya cukup kewalahan dengan masalah saya sendiri. Bagaimana bisa kita menolong orang lain secara maksimal kalo kita sendiri gak bisa ngatasin diri sendiri ? Ada bagusnya memang menolong tanpa pamrih tapi sampai saat ini pun saya masih dalam tahap pembelajaran ... Insya 4JJ1 saya bisa suatu saat, Insya 4JJ1.
Melihat --maaf ya-- orang hilang akal di jalanan pun saya kadang jadi sedih sendiri, sebagian orang mungkin memandang jijik bahkan cenderung beranggapan bahwa orang seperti itu sudah bukan manusia lagi. Tapi kalo kita tilik lagi lebih jauh .... saya rasa mungkin mereka itu seperti itu karena kondisi, bukan karena memang mereka terlahir seperti itu, kalo pun ada yaaa ..
wallahu alam.
Ada beberapa hal yang saya bisa ambil dari film tadi saya ceritakan sedikit
Perang tidak membawa sesuatu selain kebencian ....
Perang menghilangkan harta, keluarga, dan cinta kasih antar umat manusia ....
Perang membuat kita kehilangan nyawa kita ....
Jadi saya merenung kembali, kenapa orang harus saling membenci satu sama lain kalau kita memang diciptakan berbeda2 agar kita saling mengenal satu sama lain ? Bukankah lebih baik apabila kita hidup berdampingan dan saling bekerja sama untuk membuat kehidupan ini lebih baik lagi ? yah Insya 4JJ1 kita bisa mewujudkan hal tadi ... Insya 4JJ1.