Monday, June 05, 2006

Si Sangkuriang

Memang ini adalah legenda bagaimana gunung Tangkuban Prahu terjadi.

Kurang lebih cerita itu begini:

SYAHDAN, di tatar Parahyangan berdiri kerajaan gemah ripah loh jinawi kerta raharja. Tersebutlah sang Prabu dengan kegemarannya berburu. Dalam menjalani hobinya, sang Prabu senantiasa ditemani seekor anjing bernama Tumang.

Suatu ketika, saat berburu rusa di tengah hutan, Prabu menemukan seorang bayi perempuan yang tergeletak di rerumputan. Mengingat telah cukup lama sang Prabu mendambakan seorang putri, diasuhlah bayi yang diberi nama Putri Dayangsumbi tersebut.

Setelah beranjak dewasa, Putri Dayangsumbi dipersunting seorang pria dan dikaruniai seorang anak yang diberi nama Sangkuriang. Suami Putri Dayangsumbi tak berumur panjang saat Sangkuriang tumbuh dewasa.

Suatu saat, Sangkuriang muda berburu ditemani anjing kesayangan sang Prabu, yang juga kesayangan ibunya: Tumang. Bukan hari yang baik buat Sangkuriang, karena ia tak mendapat seekor rusa buruan. Karena ia telah berjanji untuk membawa pulang hati rusa, ia nekat membunuh si Tumang untuk diambil hatinya.

Ketika Dayangsumbi akhirnya mengetahui bahwa hati si Tumang yang baru saja dikonsumsinya, murkalah ia. Tanpa sengaja, ia memukulkan centong nasi pada Sangkuriang hingga meninggalkan luka berbekas. Karena merasa sia-sia, Sangkuriang muda meninggalkan kerajaan untuk mengembara.

Dayangsumbi yang menyesal, memohon kepada Hyang Tunggal agar kelak bisa dipertemukan kembali dengan anak semata wayangnya. Doanya terkabul. Ia dikaruniai awet muda. Bukan cuma itu, ia pun kembali bertemu dengan Sangkuriang dewasa yang sakti mandraguna. Ternyata, Sangkuriang jatuh cinta dengan Putri Dayangsumbi. Tak lama, ia pun melamar perempuan yang tak lain dan tak bukan adalah ibunya sendiri.

Sewaktu melihat bekas luka di kepala Sangkuriang, Dayangsumbi baru sadar bahwa ia jatuh cinta dengan anaknya sendiri. Langkah untuk menggagalkan pernikahan pun ditempuhnya. Ada dua syarat yang harus dipenuhi Sangkuriang, membuat sebuah perahu yang amat besar, dan membuat danau untuk tampat berlayar perahu itu. Keduanya harus jadi sebelum fajar menyingsing.

Disanggupilah syarat itu oleh Sangkuriang. Dibantu kawanan makhluk siluman, Sangkuriang menyanggupi syarat tersebut. Kayu-kayu untuk perahu dan membendung Sungai Citarum ia kumpulkan dari hutan di Gunung Bukit Tunggul dan Gunung Burangrang. Sementara itu, Dayangsumbi terus memohon Hyang Tunggal, hingga keinginannya terkabul.

Sebelum pekerjaan Sangkuriang selesai, ayam berkokok dan fajar menyingsing. Sangkuriang yang gagal, dengan murkanya menendang perahu yang sedang dibuatnya, hingga jatuh terkelungkup. Perahu inilah yang kelak menjadi Gunung Tangkubanparahu. Aliran sungai Citarum yang terbendung, lama-kelamaan menjadi Danau Bandung.


Tapi, bukan ceritanya yang saya ingin dongeng-kan. Namun, kisah si Sangkuriang yang bekerja sehari semalaman itu sehubungan dengan tesis saya sekarang ini. Saya ngejar deadline bulan Juni ini HARUS sudah lulus dan memang yang jelas ... saya pengen lulus, heck who doesn't ? kan gitu.

Nah, dimulai dari tanggal 5 Juni ini sampai tanggal 5+7=12 Juni --kira2 angka "7" tau kan maksudnya :P-- draft tesis harus sudah selesai, berikut hasil karakterisasi kanal yang saya kerjakan SERTA rekomendasi bagaimana kualitas link ITB-Punclut lebih optimal dengan bandwidth kanal yang tersedia sebesar 1.5 Mbps dari OTA (On-The-Air) sebesar 11 Mbps karena memakai IEEE 802.11b WiFi yang memang menggunakan multipleksing CCK. Beda halnya dengan 802.11a/g yang memakai OFDM dan bisa nge-boost sampe 54 Mbps, bahkan yang 802.11n katanya bisa sampe 200 Mbps.

Identiknya saya dengan si Sangkuriang tadi adalah karena yaa ... persis potongan di cerita akhirnya kisah dia. Saya harus ngerjain ini sehari semalem PLUS dengan draft tesisnya. But alas, tadi pas saya ke Punclut komputernya mati karena kemungkinan besar power supply komputernya jelek, jadi saya lebih parah dari si Sangkuriang malah.

Wheeeeew ... bener2 tugas dan kerjaan si Sangkuriang. Tapi kalo si Sangkuriang nendang sampan kebalik terus jadi gunung, apakah saya harus nendang komputer terus jadi supercomputer ??? Wallahu Alam bishawab ...

--Dimas